Kamu adalah umat yang terbaik yang
dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari
yang munkar, dan beriman kepada Allah.(QS 3:110, Ali ‘Imran)
Ta’mir Masjid adalah organisasi yang memiliki kaitan sangat erat dengan Islam dan Masjid. Setelah mengikuti aktivitas yang diselenggarakan diharapkan sumber daya manusia (SDM) yang menjadi jama’ahnya, insya Allah, dapat memiliki karakter yang islami. Berikut ini adalah beberapa karakter yang diharapkan dapat menjadi ciri khas jama’ah Masjid.
MUSLIM YANG BERIMAN.
Seorang manusia dapat disebut muslim setelah dia mengucapkan syahadah, bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah dan Muhammad adalah Rasulullah. Dengan ucapan persaksian ini dia telah menjadi bagian jama’ah muslimin dan bersaudara karena agama. Selanjutnya dia terpelihara darah, kehormatan dan hartanya.
Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu, maka barang siapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barang siapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir. "Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang-orang yang dzalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.
(QS 18:29, Al Kahfi).
Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari pada jalan yang salah. Karena itu barang siapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya dia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS 2:256, Al Baqarah).
Ta’mir Masjid adalah organisasi yang memiliki kaitan sangat erat dengan Islam dan Masjid. Setelah mengikuti aktivitas yang diselenggarakan diharapkan sumber daya manusia (SDM) yang menjadi jama’ahnya, insya Allah, dapat memiliki karakter yang islami. Berikut ini adalah beberapa karakter yang diharapkan dapat menjadi ciri khas jama’ah Masjid.
MUSLIM YANG BERIMAN.
Seorang manusia dapat disebut muslim setelah dia mengucapkan syahadah, bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah dan Muhammad adalah Rasulullah. Dengan ucapan persaksian ini dia telah menjadi bagian jama’ah muslimin dan bersaudara karena agama. Selanjutnya dia terpelihara darah, kehormatan dan hartanya.
Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu, maka barang siapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barang siapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir. "Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang-orang yang dzalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.
(QS 18:29, Al Kahfi).
Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari pada jalan yang salah. Karena itu barang siapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya dia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS 2:256, Al Baqarah).
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu ni'mat-Ku, dan telah Kuridloi Islam itu jadi agama bagimu. (QS 5:3, Al Maaidah)
Sesungguhnya agama (yang diridloi) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya. (QS 3:19, Ali 'Imran).
Barang siapa yang mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi. (QS 3:85, Ali 'Imran).
Islam adalah jalan hidup (way of life) yang dihadirkan untuk umat manusia. Keislaman seseorang tidaklah cukup hanya dalam ucapan syahadah saja, atau lebih luas dengan apa yang disebut sebagai rukun Islam. Islam harus diterima secara kaffah atau totalitas, tidak menerima sebagian dan menolak sebagian ajaran Islam yang lain karena tidak sesuai dengan hawa nafsunya.
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah Syaitan. Sesungguhnya Syaitan itu musuh yang nyata bagimu. (QS 2:208, Al Baqarah)
Demikian pula setelah beriman seorang mukmin harus tetap istiqomah (konsisten) di dalam keimanan itu. Meskipun cobaan dan rintangan datang silih berganti dalam kehidupannya.
Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-sekali kamu termasuk orang-orang yang ragu. (QS 2:147, Al Baqarah).
Wahai orang-orang yang beriman , tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barang siapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya . (QS 4:136, An Nisaa').
Jama’ah Masjid tidaklah cukup disebut muslim, tetapi dia harus mukmin. Artinya, Islam yang telah dipilihnya harus menjadi suatu keyakinan yang terimplementasi, bukan sekedar formalitas tanpa tindak lanjut atau bukti keimanan. Sebagaimana makna iman itu sendiri sebagai kepercayaan yang diyakini dalam hati, diucapkan secara lesan dan diimplementasikan dalam amal perbuatan.
Orang-orang Arab Badui itu berkata “Kami telah beriman”. Katakanlah (kepada mereka): “Kamu belum beriman, tetapi katakanlah ‘kami telah tunduk’, karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu, dan jika kamu ta’at kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tiada akan mengurangi sedikitpun (pahala) amalanmu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS 49:14, Al Hujuraat).
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan saja mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?. Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. (QS 29:2-3, Al Ankabuut).
Bukti daripada keimanan itu adalah taqwa yang nampak dalam perilaku amal shalih. Taqwa menjadi ukuran dan kriteria sejauh mana keimanan seorang muslim. Taqwa inilah yang menjadi sasaran upaya pembinaan jama’ah. Dengan ketaqwaannya mereka akan berusaha mengikuti perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS 49:13, Al Hujuraat).
MUSLIM YANG BERILMU
Jama’ah Masjid seharusnya berusaha memperdalam pengetahuan tentang ajaran Islam sesuai dengan kemampuannya, dan dilakukan sepanjang hidupnya (long life education). Karena sebagai seorang muslim, mengilmui Islam adalah merupakan suatu kewajiban dalam rangka melaksanakan tugas penghambaan kepada Allah.
Syariat Islam bersumber kepada Al Quraan dan As Sunnah, oleh karena itu merupakan suatu keharusan bagi jama’ah untuk berusaha mempelajari dan memahami keduanya sesuai dengan kemampuannya. Agar tidak tersesat dari jalan yang benar ke jalan yang tidak diridlai Allah. Al Quraan adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada Rasul-Nya, untuk menjadi petunjuk bagi umat manusia. Sudah barang tentu bagi seorang muslim harus ada keterikatan dengan Al Quraan, berusaha mempelajari dan memperhatikannya, tidak mengabaikannya sebagaimana dikeluhkan Rasulullah.
Berkatalah Rasul: "Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al Quraan ini suatu yang tidak diacuhkan." (QS 25:30, Al Furqan).
Sebagai petunjuk bagi umat manusia agar selalu berada di jalan yang lurus Al Quraan telah dimudahkan untuk dipelajari. Bagi jama’ah Masjid adalah wajar untuk memperhatikan dan mempergunakannya sebagai petunjuk dalam hidup ini.
Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al Quraan untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran? (QS 54:17,22,32,40, Al Qamar).
Maka apakah kamu menganggap remeh saja Al Quraan ini. (QS 56:81, Al Waqi'ah).
Disamping Al Quraan , sumber ajaran Islam yang lain adalah As Sunnah atau Al Hadits. Al Hadits adalah berita atas ucapan, perbuatan dan taqrir Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap suatu masalah. Berita tersebut telah dikodifikasikan dalam kitab-kitab hadist yang telah dikenal umat Islam secara luas. Kodifikasi tersebut dapat dilihat dalam kitab-kitab hadits seperti yang telah disusun oleh para pencatat atau periwayat hadits di antaranya Bukhori, Muslim, Abu dawud, Turmudzi, Ibnu Majah, Nasa’i dan lain sebagainya.
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS 33:21, Al Ahzab).
Sunnah Rasul adalah sumber ajaran Islam yang lain setelah Al Quraan. Selama umat Islam berpegang pada keduanya, mereka tidak akan tersesat demikian pula sebaliknya meninggalkan keduanya menyebabkan mereka tersesat dari jalan yang lurus dan terombang-ambing dalam badai kehidupan. Karena itu seharusnya jama’ah berusaha untuk mengilmui Islam dengan mempelajari Al Quraan dan Al Hadits
sesuai dengan kemampuannya tidak hanya sekedar mengikuti pendapat para Intelektual, Ulama atau Mengkaji Al Quraan dan Al Hadits merupakan kewajiban bagi seorang muslim termasuk jama’ah Masjid. Dimulai dari cara membaca kemudian diikuti dengan menelaah dan memahami isi bahkan bila memungkinkan sampai dapat mengajarkannya. Memang, tidak setiap muslim harus menjadi Ulama atau Kyai yang ahli Al Quraan dan Al Hadits maupun ilmu-ilmu agama yang berkaitan dengan keduanya.
Namun yang perlu ditekankan adalah adanya kesadaraan dari seorang muslim untuk mengilmui Islam dari sumbernya yang asli, yaitu Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya.
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajarkan (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS 96:1-5, Al 'Alaq).
Disamping ilmu agama sebagai tugas utama (fardlu ‘ain) dalam menuntut ilmu, jama’ah juga dianjurkan untuk mempelajari berbagai ilmu yang lain. Hal ini dimaksudkan untuk mencari keutamaan sesuai dengan kemampuan dan kecenderungan-kecenderungan mereka terhadap ilmu-ilmu kealaman, sosial maupun humaniora dan lain sebagainya.
MUSLIM YANG BERAMAL
Setiap jama’ah Masjid sudah seharusnya memanfaatkan iman dan ilmu pegetahuannya dalam aktivitas kehidupan. Pemanfaatan ini merupakan wujud implementasi dalam karya berupa amal-amal shalih sesuai dengan kemampuannya. Dengan demikian perilaku kesehariannya akan diwarnai oleh keyakinannya terhadap Islam.
Iman bukan saja membekas di dalam hati tetapi juga terungkap dalam kehidupannya. Pengetahuannya tentang Islam tidak berhenti sebagai ilmu belaka dan pemahamannya terhadap Islam tidak terbatas sebagai islamologi sebagaimana orientalis, namun dinyatakan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian iman dan ilmu yang dimiliki menjadi bermanfaat terutama bagi dirinya dan masyarakat sekitarnya
Dan katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mu'min akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS 9:105, At Taubah).
Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesunggguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (QS 16:97, An Nahl).
MUSLIM YANG BERDA’WAH
Islam adalah agama bagi seluruh umat manusia, tidak hanya untuk ras atau golongan tertentu. Islam adalah agama universal. Wajar, bahkan harus, apabila jama’ah memiliki rasa terikat diri untuk menda'wahkan Islam dan menyebarkan agama ini sebagai rahmat bagi semesta alam. Jama’ah seharusnya berusaha untuk menda'wahkan Islam sesuai dengan kemampuannya kepada muslim maupun yang belum muslim.
Menda'wahkan Islam adalah merupakan komitmen muslim yang memiliki nilai kemanusiaan tinggi. Mengajak manusia kepada aqidah tauhid, membimbing mereka ke jalan yang lurus serta menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. Meskipun misi da’wah dapat dilaksanakan sendiri-sendiri oleh setiap individu muslim, namun berda’wah secara kolektif dan profesional merupakan kebutuhan yang sangat perlu. Da'wah yang dilakukan secara terorganisir, insya Allah, akan dapat memberikan hasil lebih efisien, efektif dan memuaskan.
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar; merekalah orang-orang yang beruntung. (QS 3:104, Ali Imran).
Jama’ah Masjid harus memegang teguh komitmennya dalam menda'wahkan Islam. Artinya mereka berusaha untuk menda'wahkan Islam kepada umat manusia serta berupaya untuk terlibat dalam aktivitas da'wah islamiah. Keterlibatan dalam da’wah dapat dengan pikiran (bilfikr) dengan tindakan langsung (bilhal), dengan ucapan (billisan), dengan harta (bilmal), dengan tulisan (bilqalam) maupun dengan jiwa (binnafs) bilamana perlu. Semakin intensif dan beragam jenis keterlibatan jama’ah dalam aktivitas da’wah semakin lebih baik.
MUSLIM YANG BERSABAR
Jama’ah Masjid harus bersabar di dalam mengikuti kebenaran. Sabar berarti berusaha untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi dengan tabah lahir dan batin, serta diikuti dengan sikap tawakal kepada Allah Yang Maha Kuasa. Sabar bukan berarti sekedar 'nrimo' atau pasrah dalam menerima masalah, namun lebih dari itu juga memiliki makna akan adanya usaha. Jadi sabar selain memiliki pengertian kepasrahan (tawakkal) kepada Allah juga mengandung makna berusaha (ikhtiyar) untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi.
Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (diperbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung. (QS 3:200, Ali 'Imran).
Bagi jama’ah Masjid dalam rangka untuk tetap istiqomah dalam memeluk Islam akan berusaha menjadikan sabar sebagai bagian dari karakternya; serta menjadikannya sebagai penolong karena Allah beserta dengan orang-orang yang sabar.
MUSLIM YANG BERIBADAH
Kehadiran manusia di bumi bukan atas kemauannya sendiri, tetapi atas kehendak Yang Maha Pencipta. Manusia diciptakan Allah dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Baik ditinjau secara psikis maupun fisik manusia merupakan makhluk ciptaan Allah yang memiliki kelebihan dari yang lain. Secara psikis manusia bukan saja mampu mempergunakan perasaan berfikir secara instinktif, tetapi juga memiliki kemampuan untuk mempergunakan akalnya berfikir secara rasional. Secara fisik, manusia memiliki otak yang merupakan organ penting dan anatomi tubuh yang memungkinkan melakukan aktivitas gerak dengan lebih leluasa dan cekatan serta efektif. Keberadaan manusia di bumi tidak lain adalah untuk mengemban tugas pengabdian sebagai hamba Allah.
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (QS 51:56, Adz Dzaariyaat).
Tugas penghambaan ini dilaksanakan manusia dengan cara melakukan ibadah, baik ibadah dalam arti khas (mahdloh) maupun dalam arti luas. Endang Saifuddin Anshari, MA, memberikan makna ibadah dalam arti khas sebagai segala tata cara, acara dan upacara pengabdian langsung manusia kepada Allah, yang segala sesuatunya secara terperinci sudah digariskan oleh Allah dan RasulNya; seperti Shalat, Zakat, Shaum, Haji dan lain sebagainya yang bertalian erat dengan hal-hal termaksud. Sedangkan 'ibadah dalam arti luas (meliputi antara lain 'ibadah dalam arti khas) ialah pengabdian, yaitu segala perbuatan, perkataan dan sikap yang bertandakan: (1) Ikhlas sebagai titik tolak; (2) Mardlatillah sebagai titik tuju; dan (3) Amal Shalih sebagai garis amal, termasuk di dalamnya antara lain: mencari nafkah, mencari ilmu, mendidik, bertani, bekerja-buruh, memimpin negara dan masyarakat dan lain sebagainya.
Sebagai hamba Allah manusia harus tunduk dan patuh (islam) kepada Allah. Ketunduk-patuhan tersebut dilakukan dengan mengambil Islam sebagai agama secara kaffah. Manusia harus berani meninggalkan agama-agama atau paham-paham (isme-isme) yang sesat. Pada dasarnya semua agama itu sesat kecuali Islam. Islam-lah agama yang dibawa para utusan Tuhan Yang Maha Tahu, sejak dari Adam sampai Rasulullah Muhamad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, dan Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam serta yang lainnya membawa risalah Islam, suatu syariat yang mengajak umat manusia menegakkan iman tauhid dan tunduk patuh kepada-Nya. Di dalam menyembah Allah, manusia harus berlaku ikhlas dan memurnikan ketaatan kepada-Nya semata.
Katakanlah: "Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).” (QS 6:162-163, Al An'aam).
Pemurniaan ketaatan kepada Allah adalah suatu yang diperlukan umat manusia supaya tidak terjadi penyelewengan terhadap ajaran agama yang dibawa para Rasul, seperti yang terjadi pada umat Yahudi dan Nashrani. Di dalam mengemban tugas hidup sebagai hamba Allah manusia melaksanakan fungsinya selaku Khalifah Allah di bumi, melaksanakan segala yang diridloi-Nya di atas bumi untuk mengkulturkan natur dan dalam waktu yang sama untuk meng-Islam-kan kultur. Sebagai Khalifah Allah manusia berusaha untuk memakmurkan bumi, mengolah sumber daya alam bagi kemajuan kebudayaan dan peradaban serta kebahagiaannya, mempergunakan nikmat kekhalifahan ini untuk bersyukur dalam rangka mengabdi kepada-Nya.
Manusia diciptakan Allah bukanlah dengan sia-sia, tetapi memiliki tujuan yang esensial. Dr. Murthada Mutahhari mengungkapkan: "Dengan demikian tujuan hidup menurut Al Quraan adalah Allah itu sendiri. Segala sesuatu hanya karena Allah atau Tuhan Semesta Alam. Segalanya dikerjakan dalam rangka mempersiapkan agar memperoleh ridlo Allah. Bukan semata-mata bertujuan untuk meraih keuntungan secara bebas tanpa batas."
Allah mencintai hamba-Nya yang beriman, yang mau mengerti akan keberadaannya di muka bumi nan fana ini. Manusia yang mau memahami keberadaan dirinya akan berusaha menjaga diri dengan berlaku taqwa kepada penciptanya, tidak larut dalam kenikmatan-kenikmatan duniawiah sehingga lupa kepada Tuhannya. Manusia yang seperti ini memilih tujuan hidup yang lebih tinggi yaitu mencari ridlo Allah (mardlatillah), dari pada sekedar mencari tujuan hidup sesaat yang tidak memiliki dimensi akhirat. Tujuan hidupnya lebih tinggi dari sekedar mencari gengsi dan popularitas.
Dan diantara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridlaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.
(QS 2:207, Al Baqarah).
Selanjutnya beliau menyatakan: "Banyak orang mengartikan tujuan hidup manusia sekedar untuk mencapai kebahagiaan (happiness). Yakni hanya untuk memperoleh suasana kehidupan yang menyenangkan, menikmati karunia Tuhan dengan senang hati serta terhindar dari pelbagai penderitaan, kesengsaraan, ataupun kesedihan karena faktor alamiah maupun yang berasal dari dirinya sendiri. Barangkali ini yang disebut bahagia".
Namun kebahagiaan hidup bukanlah hanya kebahagiaan duniawiah semata, tetapi ada kebahagiaan hidup yang lebih tinggi nilainya yaitu kebahagiaan ukhrawi dalam keabadian yang penuh dengan suka cita. Bagi manusia yang taqwa, disamping dia mencari kebahagiaan hidup di dunia dia juga merasa berkepentingan dan berusaha untuk mencari kebahagiaan di akhirat yang hanya dapat dicapai dengan karena mendapat ridla-Nya.
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megahan antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian hancur. Dan di akhirat (nanti) ada adzab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridlaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. (QS 57:20, Al Hadiid).
Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridlai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam Syurga-Ku . (QS 89:27-30, Al Fajr).
Sebagai hamba Allah yang memikul tugas pengabdian, maka jama’ah Masjid berusaha untuk beribadah kepada Allah secara ikhlas dengan hanya mengharap keridloan-Nya semata. Bentuk-bentuk pengabdian dikarenakan sikap riya, ujub, takabur dan sum’ah harus dihindari karena mengurangi bahkan menghilangkan makna pengabdian itu sendiri. Dengan ber-fastabiqul khairat mereka berkompetisisi secara win-win dan menghindari sifat benci, dengki maupun iri karena tertinggal dari saudaranya; bahkan ketertinggalan itu memacu mereka untuk meningkatkan ibadah. Sekali lagi, mereka hanya mengiginkan ridlo Allah.
Keikhlasan beribadah terekspresi dalam ungkapan kalimat lillaahita’ala. Ini bukan berarti ibadah dilakukan secara asal-asalan. Bahkan dalam pengabdian mu’amalah jama’ah Masjid perlu berlaku militan, profesional, efektif dan efisien. Sikap ikhlas tidak membelenggu mereka dalam kejumudan dan ketidakberdayaan, tetapi menjadi pendorong untuk berkreasi dengan lebih baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar